Rabu, 13 Januari 2016

SAYA PERSEMBAHKAN CATATAN INI UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN SELURUH INDONESIA

Jika Anda ingin menjadi bidan untuk bisa kaya raya atau semata-mata ingin balik modal, maka segeralah kemasi barang-barang Anda.
Mungkin fakultas ekonomi&bisnis lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businesswomen bergelimang harta.
Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar kekayaan.



Jika Anda ingin menjadi bidan untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi dimasyarakat, dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah fir’aun di sana. Daripada Anda di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di sekitar Anda hanya agar Anda terkesan paling berharga.


Jika Anda ingin menjadi bidan untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin lebih baik Anda mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan Anda sehingga menjadi artis pujaan para pria. Daripada Anda bersembunyi di balik hairnet dan baju putih-putih, sementara Anda alpa dari makna bidan yang sesungguhnya.


Bidan tidak diciptakan untuk itu, kawan.


Memilih menjadi bidan bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat cantik dengan baju putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.


Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan pengabdian.
Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya akan lahir.



Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan empati,
ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena perdarahan.



Memilih jalan menjadi bidan adalah memilih jalan kemanusiaan,
ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.



Memilih jalan menjadi bidan adalah memilih jalan kepedulian,
saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.



Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan berbagi,
ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit istrinya yang akan melakukan operasi cesar. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”



Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan kasih sayang,
ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut ditelinganya,”dik, mau diceritain dongeng nggak sama bu bidan?”



Memilih jalan menjadi bidan adalah memilih jalan ketegasan,
ketika sebuah perusahaan susu menjanjikan komisi besar untuk target penjualan susu formula-nya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”.



Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan pengorbanan,
saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena istrinya akan melahirkan. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.



Memilih menjadi bidan adalah memilih jalan terjal untuk meraih cita-cita.
Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.



Yah,
memilih menjadi bidan adalah memilih jalan menuju surga, tempat dimana bidan sudah tidak lagi perlu ada…



NB :
Tulisan ini semata-mata bukan memprovokasi untuk menjadi bidan miskin, bukan juga mengatakan bahwa bidan tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita untuk apa kita menjadi seorang bidan. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Bidan terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang mencemooh dan merendahkan. Saya yakin, Allah tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan perjuangan hamba-hamba-Nya. Tidak akan pernah.


cc:https://www.facebook.com/notes/emma-marta-wijaya/saya-persembahkan-catatan-ini-untuk-mahasiswa-kebidanan-seluruh-indonesia/3077187424022/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar